Asuhan Keperawatan Pada Ny. M yang Mengalami Stroke Hemoragik di Ruang ICU RSUD Pasar Minggu Nursing Care for Mrs. M, Who Had a Hemorrhagic Stroke in ICU Pasar Minggu Hospital
Setelah dilakukan tindakan Asuhan Keperawatan Pada Ny.M yang Mengalami Stroke Hemoragik di Ruang ICU RSUD Pasar Minggu mulai dari tanggal 18-20 November 2019 sesuai dengan proses asuhan keperawatan mulai dari tahap pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan, pelaksanaan keperawatan dan evaluasi keperawatan. Sehingga penulis dapat menarik kesimpulan dan saran sebagai berikut :
1. Pengkajian Keperawatan
Hasil pengkajian pada Ny.M yang dilakukan pada tanggal 18 November 2019 bahwa penyebab stroke pada Ny.M adalah hipertensi, karena hipertensi merupakan faktor risiko utama terjadinya stroke hemoragik. Bahwa sekitar 70% penderita stroke hemoragik menderita hipertensi dan meningkatkan risiko stroke sebanyak 4-6 kali. Tanda dan gejala yang terdapat pada Ny.M sama dengan tanda yang muncul pada pasien stroke hemoragik yaitu kelumpuhan pada wajah atau anggota badan sebelah secara mendadak, gangguan sensitifitas pada anggota badan, kesulitan berbicara, bicara cadel atau pelo, kesulitan menelan, mual muntah dan nyeri kepala. Hasil pemeriksaan CT scan yang telah dilakukan Ny.M mengindikasikan adanya perdarahan pada lobus temporal kanan dan lesi hiperdens pada ventrikel lateralis comu posterior kiri sugestif perdarahan. Bahwa untuk kasus stroke hemoragik ditemukan adanya lesi hiperdens yang mengindikasikan adanya perdarahan yang dapat menyebabkan terjadinya stroke hemoragik.
2. Diagnosa Keperawatan
Masalah keperawatan yang muncul pada pasien stroke hemoragik terdapat 9 diagnosa tetapi penulis hanya menemukan 6 diagnosa keperawatan yang sesuai dengan kondisi Ny.M yaitu risiko perfusi serebral tidak efektif, bersihan jalan napas tidak efektif, gangguan mobilitas fisik, risiko defisit nutrisi, gangguan komunikasi verbal dan risiko jatuh. Terdapat 3 diagnosa keperawatan yang menjadi prioritas penulis yaitu risiko perfusi serebral tidak efektif, bersihan jalan napas tidak efektif dan gangguan mobilitas fisik. Dari 3 diagnosa prioritas tersebut 1 diagnosa tidak menjadi aktual dan 2 diagnosa belum teratasi karena kurang memenuhi kriteria hasil.
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi yang dilakukan terhadap Ny M semuanya dapat diterapkan berdasarkan SIKI (standar intervensi keperawatan indonesia) (PPNI, 2018) yaitu pada diagnosa pertama risiko perfusi serebral tidak efektif : monitor tanda/ gejala peningkatan TIK seperti mual, muntah proyektil, papil edema, kemudian monitor intake dan output cairan, monitor tanda-tanda vital setiap 1 jam, pertahankan posisi kepala 20-30o dengan posisi leher tidak menekuk atau fleksi, monitor tingkat kesadaran, GCS klien dan 12 nervus cranial. Kolaborasi pemberian oksigen, Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat sesuai dengan terapi. Diagnosa kedua bersihan jalan napas tidak efektif : monitor pola napas, monitor bunyi napas tambahan, monitor sputum, posisikan klien semi fowler, lakukan suction/ penghisapan jalan napas, lakukan fisioterapi dada, monitor tanda-tanda vital setiap 1 jam, ajarkan batuk efektif, Kolaborasi pemberian oksigen, kolaborasi pemberian inhalasi, kolaborasi pemberian obat dengan dokter sesuai terapi. Diagnosa ketiga gangguan mobilitas fisik : identifikasi adanya nyeri atau keluhan lainnya, monitor tanda-tanda vital setiap 1 jam, identifikasi adanya kontraktur dan atrofi, kaji kemampuan motorik klien, lakukan pengubahan posisi klien setiap 2-4 jam untuk miring kanan dan miring
kiri, melakukan massage secara perlahan, lakukan latihan rentan gerak aktif maupun pasif. Kolaborasi dengan fisioterapi untuk melakukan latihan fisik pada klien.
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi yang telah dilakukan selama 3 hari sesuai dengan intervensi yang telah ditentukan pada 3 diagnosa prioritas yaitu pada diagnosa pertama risiko perfusi serebral tidak efektif pada diagnosa ini penulis dapat melakukan semua tindakan yang telah direncanakan yaitu memonitor tanda/ gejala peningkatan TIK seperti mual, muntah proyektil, papil edema, kemudian memonitor intake dan output cairan, memonitor tanda-tanda vital setiap 1 jam, pertahankan posisi kepala 20-30o dengan posisi leher tidak menekuk atau fleksi, mengevaluasi tingkat kesadaran, GCS dan 12 nervus cranial. Melakukan pemberian oksigen, melakukan kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat sesuai dengan terapi. Diagnosa keperawatan kedua bersihan jalan napas tidak efektif, pada diagnosa kedua ini penulis dapat melakukan semua tindakan yang telah direncanakan yaitu memonitor pola napas, memonitor bunyi napas tambahan, memonitor sputum, memposisikan klien semi fowler, melakukan suction/ penghisapan jalan napas, melakukan fisioterapi dada, memonitor tanda-tanda vital setiap 1 jam, mengajarkan batuk efektif, Kolaborasi pemberian oksigen, kolaborasi pemberian inhalasi, kolaborasi pemberian obat dengan dokter sesuai terapi. Diagnosa keperawatan ketiga gangguan mobilitas fisik, dan pada diagnosa ketiga penulis juga dapat melakukan semua tindakan yang telah direncanakan yaitu mengidentifikasi adanya nyeri atau keluhan lainnya, memonitor tanda-tanda vital setiap 1 jam, mengidentifikasi adanya kontraktur dan atrofi, mengkaji ulang kemampuan motorik klien, melakukan pengubahan posisi klien setiap 2-4 jam untuk miring kanan dan miring kiri, melakukan massage secara perlahan, lakukan latihan rentan gerak aktif maupun pasif. Kolaborasi dengan fisioterapi untuk melakukan latihan fisik pada klien.
5. Evaluasi Keperawatan
Hasil evaluasi pada tanggal 20 November 2019 dari 3 diagnosa prioritas didapatkan 1 diagnosa tidak menjadi aktual yaitu risiko perfusi serebral tidak efektif dan 2 diagnosa belum teratasi yaitu pada diagnosa kedua bersihan jalan napas tidak efektif karena masih terdengar suara nafas ronchi di kedua lapang paru, masih adanya produksi sputum yang berlebih dan pada diagnosa ketiga gangguan mobilitas fisik dikarenakan klien masih belum dapat melakukan ADL secara mandiri dan belum ada peningkatan massa otot sesuai kriteria hasil.