Asuhan Keperawatan Pada Ny.S dengan Stroke Hemoragik di Gedung A Lt 5 Zona A RSUPN Cipto Mangunkusumo Nursing Care for Mrs. S with Hemorrhagic Stroke in Building A , Five Floor, Zone A, Dr. RSUPN Cipto Mangunkusumo
Berdasarkan hasil pelaksanaan yang dilakukan dari tanggal 29 September sampai 01 Oktober 2019 mengenai Asuhan Keperawatan pada Ny. S dengan Diagnosa Medis Stroke Hemoragik di Gedung A Lantai 5 Zona A RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, maka penulis akan menguraikan berbagai kesimpulan yaitu sebagai berikut :
1. Pengkajian Keperawatan
Berdasarkan hasil pengkajian pada Ny. S dengan teori yang ada, penulis menyimpulkan bahwa secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan yang berarti antara teori stroke hemoragik dengan kasus nyata pada Ny.S yang mengalami stroke hemoragik. Hasil pengkajian yang didapat yaitu terdapat persamaan dengan teori dimana penyebab dari penyakit stroke hemoragik yaitu adanya pendarahan pada daerah otak yang disebabkan karena beberapa faktor diantaranya hipertensi dan diabetes mellitus serta terdapat tanda gejala yaitu kelemahan pada sebagian tubuh (hemiparase), terjadi gangguan berbicara yaitu dysatria dan wajah kaku serta mencong kearah kanan.
2. Diagnosa Keperawatan
Pada diagnosa keperawatan yang terdapat pada Ny.S sesuai dengan teori yang dikemukakan PPNI (2017) yaitu risiko perfusi serebral tidak efektif
58
d.d edema serebri, Ketidakstabilan kadar glukosa darah b.d gangguan toleransi gula darah dan gangguan mobilitas fisik b.d gangguan neuromuscular. Terdapat sedikit perbedaan adanya diagnose ketidakstabilan kadar glukosa darah menurut PPNI (2017) namun penulis tetap mengangkat diagnosa ini dan memprioritaskan diagnose tersebut karena hiperglikemia pada stroke dapat menyebabkan stroke berulang yang menyebabkan terjadinya kerusakan pembuluh darah akibat meningkatnya viskositas pembuluh darah yang menimbulkan tekanan pada arteri meningkat.
3. Intervensi Keperawatan
Perencanaan keperawatan pada Ny. S telah disusun sesuai dengan teori atau konsep dasar asuhan keperawatan pada klien dengan stroke hemoragik. Dalam menyusun rencana keperawatan pada diagnose risiko perfusi serebral tidak efektif penulis merencanakan monitor TIK, kesadaran, monitor tekanan darah dan intervensi kolaborasi yaitu pemberian terapi obat, diagnosa ketidakstabilan kadar glukosa darah penulis merecanakan monitor kadar gula darah setiap 8 jam, dan diagnosa gangguan mobilitas fisik penulis merencanakan untuk latian ROM dan edukasi ROM.
4. Implementasi Keperawatan
Penulis melakukan implementasi keperawatan yang telah dilakukan selama 3 hari sesuai dengan intervensi yang telah dibuat, dan terdapat beberapa hambatan yang tidak terlalu berarti sehingga penulis dapat melakukan implementasi secara optimal. Pada 3 diagnosa prioritas yaitu diagnose pertama risiko perfusi serebral tidak efektif penulis melakukan semua tindakan yang telah direncanakan yaitu mengkaji status
59
neurologik klien, mengkaji tingkat kesadaran klien GCS, Mengkaji reaksi pupil, ukuran, respon cahaya, dan pergerakan pada mata, Mempertahankan kepala ditempat tidur 20° - 30, mengkaji adanya peningkatan TIK, dan memberikan obat sesuai program terapi. Pada diagnosa ketidakstabilan kadar glukosa darah penulis juga melakukan semua tindakan yang telah direncanakan yaitu memonitor kadar gula dara sewaktu per 12 jam, memonitor tanda dan gejala hiperglikemia serta pemeberian insulin novorapid 4 unit 2x 24 jam. Pada diagnosa gagguan movilitas fisik penulis juga melakukan semua intervensi yaitu mengubah posisi tiap 2 – 4 jam sekali, mencegah terjadinya cedera selama latian rentang gerak , memberikan pendidikan kesehatan mengenai Latian Gerak Sendi (ROM), menganjurkan klien melakukan latian Gerak sendi (ROM) 2 – 4 x per hari, kolaborasi dengan fisioterapi untuk mengembangkan latian fisik pda klien
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi akhir yang dilakukan pada Ny. S pada tanggal 2 oktober 2019 didapatkan pada tiga diagnose prioritas belum ada yang teratasi. Pada diagnose risiko perfusi serebral tidak efektif tidak menjadi aktual, pada diagnosa ketidakstabilan kadar glukosa darah belum teratasi dan diagnose gangguan mobilitas fisik juga belum teratasi karena ada beberapa yang belum mencapai kriteria hasil. klien juga masih perlu dilakukannya perawatan di rumah sakit sehingga intervensi harus masih dilanjutkan.